Selasa, 29 Juni 2010

SAKSI DERITA

Terik matahari dan derasnya hujan bukanlah halangan bagi anak-anak kecil berseragam merah putih itu berlari-lari di jalanan saat lampu jalan raya berwarna merah. Ada yang sambil teriak-teriak menjajakan dagangannya, ada yang hanya sekedar bermodalkan tutup botol minuman yg tersusun menjadi sebuah alat untuk mengiringi lagu-lagunya meniru lagu-lagu yang lagi trend, aya yg menenteng gitar kecil seadanya yg suaranya cempreng, para penumpang dan yang melihatnya kadang tersenyum dan tertawa renyah memperhatikan keluguannya mendengarkan syair yg dinyanyikannya, yang kadang tidak pas dengan aslinya.

Kepercayaan dirinya begitu membuncah untuk menawarkan dagangan, menyanyi, dll, tak ada rasa takut akan lalu lalangnya kendaraan kecil ataupun besar di sekitarnya, ketika lampu mulai berwarna hijau, mereka beralih ke jalan yg lampunya berwarna merah. Hiruk pikuk perkotaan dengan Anjal-nya (anak jalanan) menjadi potret buram yang sudah biasa kita saksikan, terkadang potret itu hadir di mata kita dan di benak orang-orang yang melihatnya, termasuk juga para PNS Depsos, para petugas trantib, para pegiat miskin kota yang kebetulan menyaksikan ketika berada di perjalanan. Tetapi penglihatan itu tak menghadirkan apapun dalam hatinya dan berlalu begitu saja seiring waktu.

Teriknya cahaya matahari, derasnya hujan, desiran angin dan pekatnya debu jalanan menjadi sahabat setia mereka. Sahabat alam itu menjadi saksi derita mereka, sedangkan manusia lainnya hanya bisa menutup mata dan telinga.

Sampai dimanakah derita itu akan mereka rasakan dan sampai kapan kita akan tutup mata dan telinga kita???

Semoga kita tetap peduli

Salam
DAF