Minggu, 27 November 2011

Miskin Rasa

Meretas jalan di pinggiran kota di bumi pertiwi ini, bukan hanya berserak sampah dan kesemrawutan tata kota tetapi juga tersaksikan oleh mata berserak di seluruh sudut kota, di desa-desa dan kampung-kampung, kemiskinan, kepapaan, anak-anak bangsa, yang lebih tragis adalah ketika berkeliaran dimana-mana, kemiskinan menjadi mata pencaharian, dan anak-anak menjadi ujung tombak bagi para kaum miskin, berkeliaran para peminta-minta, di jalan raya, di gang-gang, di pasar-pasar, di pinggir-pinggir mall, di setiap sudut bumi pertiwi.

Anak-anak jalanan, rela berpanas ria, kuyup di tengah derasnya hujan bertarung dengan waktu, menantang garangnya jalan-jalan raya. Para jompo, para pemilik fisik yang sudah melemah karena usia, yang seharusnya bahagia di hari tua, masih tetap bergelut dengan kerasnya jaman, menantang nasibnya sendiri agar bisa tetap tegak, hanya sekedar untuk mencari segelas air, mereguk dahaga bahagia di hari tua.

Orang-orang gila berkeliaran, mengharukan kadang membuat takut suasana, berbagai ekspresi mereka tampilkan dengan kegilaannya dan berbagai posenya.

Di saat yang sama pula, kemegahan, keriaan, banjir hiasan, hidangan, tampilan yang penuh kemewahan, mobil-mobil mewah hilir mudik masuk perkotaan dan perkampungan, pesta pora perhelatan mereka rayakan. Para berduit dengan berbagai profesinya hingga para petingi negara, membutakan mata, mendungukan telinga dan mematikan rasa. Syaraf-syaraf malu mereka telah terputus, rakyat semakin miskin karena petinggi negeri ini telah Miskin Rasa.

DAF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar